MAKALAH TENTANG QURAN SURAH ALI IMRAN
; 159 DAN
QURAN SURAH ASY SYURA ; 38
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ
كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَا
نْفَضُوْا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُم
وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَا وِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى
اللهِ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ المُتَوَكِّلِيْنَ.
B.
Terjemahan
Artinya : “Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu[1].
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya”
C.
Kosa Kata
Secara etimologis, linta
terambil dari akar kata al-lin
yang berarti “lemah lembut”, lawan al-khusyunah
atau kasar. Pada asalnya kata lin
diperuntukan bagi benda – benda yang bersifat hissi
(materi), namun akhirnya digunakan untuk hal – hal yang maknawi
seperti akhlak. Linta
berarti “kamu lemah
lembut” ayat 159 ini menjelaskan, hanyalah karena rahmat Allah,
Rasulullah dapat memiliki sikap lemah lembut dan tidak kasar terhadap
para pengikutnya (para sahabat) meskipun mereka melakukan kesalahan
dalam perang uhud, dengan meninggalkan posisi yang strategis di atas
bukit, hal ini menyebabkan kegagalan dipihak kaum muslimin. Dengan
sikap ini, orang – orang yang ada di sekelilingnya tidak akan
menjauh dan akan semakin semakin dekat dengannya.
E.
Munasabah / Asbabun Nuzul
Sebab – sebab turunya ayat ini
kepada Nabi Muhammad saw adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Ibnu Abbas. Ibnu Abbas ra menjelaskan bahwasanya setelah terjadinya
perang Badar, Rasulullah mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar
ra dan Umar bin Khaththab ra untuk meminta pendapat meraka tentang
para tawanan perang, Abu Bakar ra berpendapat, meraka sebaiknya
dikembalikan kepada keluargannya dan keluargannya membayar tebusan.
Namun, Umar ra berpendapat mereka sebaiknya dibunuh. Yang diperintah
membunuh adalah keluarganya. Rasulullah mesulitan dalam memutuskan.
Kemudian turunlah ayat ini sebagai dukungan atas Abu Bakar (HR.
Kalabi).[2]
F.
Tafsir QS. Ali ‘Imran ayat 159
Menurut Ibnu Kaisan, Maa
adalah Maa
Nakirah
yang berada pada posisi majrur dengan sebab ba’, sedangkan Rahmatin
adalah badalnya. Maka
makna ayat adalah ketika Rasulullah SAW bersikap lemah-lembut dengan
orang yang berpaling pada perang uhud dan tidak bersikap kasar
terhadap mereka maka Allah SWT menjelaskan bahwa beliau dapat
melakukan itu dengan sebab taufik-Nya kepada beliau.[3]
Prof Hamka Menjelaskan tentang
QS. Ali Imran ini, dalam ayat ini bertemulah pujian yang tinggi dari
Allah terhadap Rasul-Nya, karena sikapnya yang lemah lembut, tidak
lekas marah kepada ummatNya yang tengah dituntun dan dididiknya iman
mereka lebih sempurna. Sudah demikian kesalah beberapa orang yang
meninggalkan tugasnya, karena laba akan harta itu, namun Rasulullah
tidaklah terus marah-marah saja. Melainkan dengan jiwa besar mereka
dipimpin.[4]
Dalam ayat ini Allah menegaskan, sebagai pujian kepada Rasul,
bahwasanya sikap yang lemah lembut itu, ialah karena ke dalam dirinya
telah dimasukkan oleh Allah rahmatNya. Rasa rahmat, belas kasihan,
cinta kasih itu telah ditanamkan Allah ke dalam diri beliau, sehingga
rahmat itu pulalah yang mempengaruhi sikap beliau dalam memimpin
Meskipun dalam keadaan genting,
seperti terjadinya pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan oleh
sebagian kaum muslimin dalam perang uhud sehingga menyebabkan kaum
muslimin menderita, tetapi Rasulullah tetap bersikap lemah lembut dan
tidak marah terhadap pelanggar itu, bahkan memaafkannya, dan
memohonkan ampunan dari Allah untuk mereka. Andaikata Nabi Muhammad
saw bersikap keras, berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan
diri dari beliau.
Disamping itu Nabi Muhammad
selalu bermusyawarah dengan mereka dalam segala hal, apalagi dalam
urusan peperangan. Oleh karena itu kaum muslimin patuh melaksanakan
putusan – putusan musyawarah itu karena keputusan itu merupakan
keputusan mereka sendiri bersama Nabi. Mereka tetap berjuang dan
berjihad dijalan Allah dengan tekad ayng bulat tanpa menghiraukan
bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka bertawakal sepenuhnya
kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum muslimin
selain Allah.[5]
M. Quraish Shihab di dalam
Tafsirnya al-Misbah menyatakan bahwa ayat ini diberikan Allah kepada
Nabi Muhammad untuk menuntun dan membimbingnya, sambil menyebutkan
sikap lemah lembut Nbi kepada kaum muslimin, khususnya mereka yang
telah melakukan pelanggaran dan kesalahan dalam perang uhud itu.
Sebenarnya cukup banyak hal dalam peristiwa Perang Uhud yang dapat
mengandung emosi manusia untuk marah, namun demikian, cukuo banyak
pula bukti yang menunjukan kelemah lembutan Nabi saw. Beliau
bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan perang, beliau
menerima usukan mayoritas mereka, walau beliau kurang berkenan,
beliau tidak memaki dam mempersalahkan para pemanah yang meninggalkan
markas mereka, tetapi hanya menegurnya dengan halus, dan lain lain.
Jika demikian, maka
disebabkan rahmat yang amat besar dari Allah,
sebagaimana dipahami dari bentuk infinitif (nakirah) dari kata
rahmat, bukan oleh satu sebab yang lain sebagaiman dipahami dari
huruf (ما)
maa yang digunakan disini dalam kontek penetapan rahmat-Nya –
disebabkan karena rahmat Allah itu – engkau
berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau berlaku keras,
buruk perangai,
kasar kata lagi
berhati kasar tidak
peka terhadap keadaan orang lain,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu,
disebabkan oleh antipati terhadapmu. Karena perangimu tidak seperti
itu maka maafkanlah
kesalahan – kesalahan mereka yang kali ini mereka lakukan,
mohonkanlah
ampunan
kepada Allah bagi mereka atas dosa-dosa yang mereka lakukan dan
bermusyawarahlah
dengan
mereka
dalam
urusan
itu,
yakni dalam urusan peperangan daln urusan dunia, bukan urusan
syari’at atau agama. Kemudian
apabila
engkau
telah
melakukan hal-hal di atas dan telah membulatkan
tekad,
melaksanakan hasil musyawarah kamu, maka laksanakanlah sambil
bertawakal
kepada
Allah,
sesungguhnya
Allah
menyukai
orang-orang yang
bertawakal kepada-Nya,
dengan demikian Dia akan membantu dan membimbing mereka kearah apa
yang mereka harapkan.
Firman-Nya: maka
disebabkan rahmat yang amat besar dari Allah,
engkau berlaku lemah
lembut terhadap mereka dapat
menjadi salah satu bukti bahwa Allah sendiri yang mendidik dan
membentuk kepribadian Nabi Muhammad saw, sebagaimana sabda Beliau :
“Aku didik oleh
tuhan-Ku, maka sungguh baik hasil pendidikan-Nya”.
Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya pengetahuan yang
Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu al-Qur’an, tetapi
juga qalbu beliau disinari, bahkan totalitas wujud beliau merupakan
rahmat bagi seluruh alam.
Adapun
kandungan dari QS. Ali ‘Imran aayt 159 adalah sebagai berikut:
Pertama:
Para ulama
berkata, “Allah SWT memerintahkan kepada Nabi-Nya dengan
perintah-perintah ini secara berangsur-angsur. Artinya, Allah SWT
memerintahkan kepada beliau untuk memaafkan mereka atas kesalahan
mereka terhadap beliau. Setelah mereka mendapat maaf, Allah SWT
memerintahkan beliau utnuk memintakan ampun atas kesalahan mereka
terhadap Allah SWT. Setelah mereka mendapat hal ini, maka mereka
pantas untuk diajak bermusyawarah dalam segala perkara”.
Kedua: Ibnu
‘Athiyah berkata, “Musyawarah termasuk salah satu kaidah syariat
dan penetapan hokum-hukum. Barangsiapa
yang tidak bermusyawarah dengan ulama, maka wajib diberhentikan (jika
dia seorang pemimpin). Tidak ada pertentangan tentang hal ini. Allah
SWT memuji orang-orang yang beriman karena mereka suka bermusyawarah
dengan firman Nya “sedang
urusan mereka (diputuskan dengan musyawarat antara mereka”
Ketiga:
Firman
Allah SWT: “Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”. Menunjukkan
kebolehan ijtihad dalam semua perkara dan menentukan perkiraan
bersama yang didasari dengan wahyu. Sebab, Allah SWT
mengizinkan hal ini kepada Rasul-Nya. Para ulama berbeda pendapat
tentang makna perintah Allah SWT kepada Nabi-Nya ntuk bermusyawarah
dengan para sahabat beliau.
Sekelompok ulama berkata,
“Musyawarah yang dimaksudkan adalah dalam hal taktik perang dan
ketika berhadapan dengan musuh untuk menenangkan hati mereka,
meninggikan derajat mereka dan menumbuhkan rasa cinta kepada agama
mereka, sekalipun Allah SWT telah mencukupkan beliau dengan wahyu-Nya
dari pendapat mereka”.[6]
Kelompok lain berkata, “
Musyawarah yang dimaksudkan adalah dalam hal yang tidak ada wahyu
tentangnya,” pendapat ini diriwayatkan dari Hasan Al Basri dan
Dhahak. Mereka berkata, “Allah SWt tidak memerintahkan kepada
Nabi-Nya untuk bermusyawarah karena Dia membutuhkan pendapat mereka,
akan tetapi Dia hanya ingin memberitahukan keutamaan yang ada di
dalam musyawarah kepada mereka dan agar umat beliau dapat
menauladaninya.[7]
Keempat:
Tertera
dalam tulisan Abu Daud, dari Abu Hurairah ra. Dia berkata.
“Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Orang yang diajak
bermusyawarah adalah orang yang dapat dipercaya”. Para ulama
berkata, “Kriteria orang yang layak untuk diajak musyawarah dalam
masalah hokum adalah memiliki ilmu dan mengamalkan ajaran agama. Dan
criteria ini jarang sekali ada kecuali pada orang yang berakal”.
Hasan berkata, “Tidaklah sempurna agama seseorang selama akalnya
belum sempurna”.[8]
Maka apabila orang yang memenuhi
criteria di atas diajak untuk bermusyawarah dan dia
bersungguh-sungguh dalam memberikan pendapat namun pendapat yang
disampaikannya keliru maka tidak ada ganti rugi atasnya. Demikian
yang dikatakan oleh Al Khaththabi dan lainnya.
Kelima:keriteriaorang yang
diajak bermusyawarah dalam masalah kehidupan di
masyarakat adalah memiliki akal, pengalaman dan santun kepada orang
yang mengajak bermusyawarah. Sebagian orang berkata,
“Bermusyawarahlah dengan orang yang memiliki pengalaman, sebab dia
akan memberikan pendapatnya kepadamu berdasarkan pengalaman berharga
yang pernah dialaminya dan kamu mendapatnya dengan cara gratis”.
Keenam:
Dalam
musyawarah pasti ada perbedaan pendapat. Maka, orang yang
bermusyawarah harus memperhatikan perbedaan itu dan memperhatikan
pendapat yang paling dekat dengan kitabullah dan sunnah, jika
memungkinkan. Apabila Allah SWT telah menunjukkan kepada
sesuatu yang Dia kehendaki maka hendaklah orang yang bermusyawarah
menguatkan tekad untuk melaksanakannya sambil bertawakal kepada-Nya,
sebab inilah akhir ijtihad yang dikehendaki. Dengan ini pula Allah
SWT memerintahkan kepada Nabi-Nya dalam ayat ini.
Ketujuh:
Firman
Allah SWT “Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada
Allah”. Qatadah
berkata, “Allah SWT memerintahkan kepada Nabi-Nya apabila telah
membulatkan tekad atas suatu perkara agar melaksanakannya sambil
bertawakal kepada Allah SWT, bukan tawakal kepada musyawarah mereka.
Kedelapan:
Firman Allah
SWT“Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya.”. Tawakal
artinya berpegang teguh
kepada Allah SWT sembari menampakkan kelemahan. Para ulama berbeda
pendapat tentang Tawakal.
Suatu kelompok sufi
berkata, “Tidak akan dapat melakukannya kecuali orang yang hatinya
tidak dicampuri oleh takut kepada Allah, baik takut kepada bintang
buas atau lainnya dan hingga dia meninggalkan usaha mencari rezeki
karena yakin dengan jaminan Allah SWT.”[9]
G.
Ayat dan Hadis terkait
1.
Nabi Muhammad saw bersabda : “Aku
didik oleh tuhan-Ku, maka sungguh baik hasil pendidikan-Nya”(HR.
Asyhari)
2.
Dari abi burdah ia
berkata: Nabi Muhammad mengutus kakekku abu musa dan mu’adz ke
Yaman lalu bersabda: permudahlah dan jangan mempersulit,
gembirakanlah dan jangan menjauhkan( membuat orang lari) dan berlemah
lembutlah.” (HR. Bukhari muslim).[10]
3.
H.
Relevansi Q.S. ali-‘Imran 159 dengan Pendidikan
Relevansi QS. Ali ‘Imran dengan
pendidikan khususnya bagi seorang pendidik yang mempunyai tanggung
jawab yang besar untuk mendidik, membimbing, membina, mengarahkan
peserta didinya sesuai dengan fitah yang telah diberikan Allah kepada
mereka. Tanggung jawab ini harus di emban dan dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya, agar tujuan dari pendidikan yaitu membentuk
Insan kamil,
menjadi hamba Allah yang selalu taat, tunduk dan patuh kepada-Nya,
dan menjadi manusia yang mempunyai wawasan keilmua yang tinggi
sehingga bisa menjadi orang yang bahagia dunia dan akhirat.
Diantara hal yang harus
diperhatikan oleh seorang pendidik ketika melaksankankan kegiatan
pembelajaran, adalah harus bersikap lemah lembut, menyenagkan untuk
anak didiknya, tidak membosankan, menjadi tempat untuk berlindung dan
tempat untuk memecahkan masalah. Jangan sampai menjadi seorang
pendidik yang tempra mental, cepat marah, kasar, keras hati, tidak
mempedulikan peserta didiknya. Sikap – sikap itu akan membuat
peserta didik jauh dan menjauhi sang pendidik dan tujun dari
pendidikan kemungkinan besar akan susah untuk dicapai.
Dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan, pendidik juga harus melakukan diskusi dengan peserta
didiknya, apa yang menjadi kendal mereka dalam pelajaran, apa yang
menjadi keinginan mereka dalam proses pembelajaran misalnya dalam
penggunaan metode atau pemberian tugas dan lain sebagainya. Jangan
sampai pendidik itu menjadai orang yang otoriter tidak memrima
masukan dari peserta didiknya, menganggap ia paling pintar dan paling
tahu segalanya. Padahal Allah telah berfirman bahwasanya Allah
memberikan kita akan ilmu itu hanyalah sedikit, bila diumpamakan
denagn ilmu Allah ilmu kita itu bagaikan setetes air yang jatuh dari
jarum yang kita masukan kesamudera yang luas. Manusia juga mempunyai
kelebihan masing – masing ada yang mempunyai keahlian dibidang
komputer, pertanian, mengajar, membaca al-Qur’an dan lain
sebagainya.
Kemudian ketika kita menemukan
kesalahan dari peserta didik, kekurang mampuan dalam, menyerap
pelajaran, bandel dan sebainya. Jangan lantas kita membeci mereka,
memperlakukan mereka dengan kasar dan keras, menghukum mereka secara
berlebihan atau bahkan mengatakan mereka dengan perkataan yang kotor.
Karena hal itu tidak akan menyelesaikan masalah akan tetapi justru
akan meimbulkan banyak masalah bagi pendidik itu sendiri lebih –
lebih bagi peserta didik yang masih dalam tahap pembelajaran.
Maafkanlah semua kesalahan mereka seraya menesehati mereka dengan
lemah lembut, bukan berarti lemah lembut itu tidak tegas, tetapi
lemah lembut dalam menasuhatinya denagan tutur kata yang baik dan
tidak menyudutkan mereka, karena mereka adalah tanggung jawab
pendidik dan seorang pendidik haru intropeksi diri.
Setelah kita berusahan dengan
keras melakukan pendidikan dengan memberikan arahan, bimbingan,
wawasan pengetahuan kepada peserta didik, Sebagai
seorang muslim, kita harus selalu menyerahkan segala urusan kepada
Allah. Keinginan, cita-cita, harapan, semuanya kita kembalikan kepada
Allah. Tentu saja setelah usaha maksimal (tentu yang dibenarkan
syara`), bermusyawah, berkonsultasi kepada para ahli, dan berdoa
dengan sungguh-sungguh. Ketawakkalan
seseorang kepada Allah, adalah bukti kebenaran keimanan seorang
hamba. Karena hanya kepada Allah kita bersandar. Karena
Allah sangat menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.
[1]
Maksudnya: urusan
peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik,
ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
[2]
Departemen
Agama RI. Al-Qur’an
Tafsir Per Kata Tajwid kode Angka Al- Hidayah.
(Banten:
Penerbit Kalim.2011)
hlm. 72
[3]
Tafsir Al-Qurthubi;
penerjemahm Dusi Rosyadi, Nashirul Haq, Fathurrahman, editor, Ahmad
Zubairin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hal. 619
[5]
Kementerian Agama RI.
Al-Qur’an
dan tafsirnya Jilid 2 Juz 4-5-6.
(Jakarta: Kementrian Agama RI. . 2009) hlm. 67, lihat juga Al-Qur’an
dan tafsirnya Jilid 2 Juz 4-5-6.
(Jakarta: Kementrian Agama RI.2010) hlm. 67
[10]
Hadits
ini menunjukkan bagaimana langkah dai dalam menyampaikan
ajaran-ajaran islam kepada umat, yaitu:
1)
Materi yang diberikan harus bertahap mulai yang lebih mudah sebelum
menyampaikan yang lebih sulit.ini di maksudkan agar mereka nyaman dan
betah dalam menerima ajaran islam yang disampaikan.
2)
Materi
yang diberikan yang berkaitan dengan pahala-pahala kebajikan dahulu
sebelum ancaman dan siksa. Sebab sudah menjadi fitrah atau naluri
manusia, bahwa setiap manusia selalu ingin yang baik-baik dan dan
yang enak-enak.
3)
Sikap
seorang dai harus lemah lembut sesuai dengan petunjuk al-Quran
diatas. Ini
2.
QS
Asy-Syuura:
38
وَالَّذِينَ
اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا
الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(٣٨)
Artinya:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki
yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Asy Syura : 38)[2]
B.
Menjelaskan
Kandungan Qs Ali
Imraan:
159
Dan Qs Asy-Syuura
: 38
Dari Qs
Ali
Imraan: 159
Dan Qs Asy-Syuura
: 38 ada beberapa
isi kandungan atau ajaran yang termuat dan tercantum di dalamnya
yang dapat kita ambil, antara lain:
1.
QS
Ali
Imraan:
159
a.
Dalam menghadapi semua masalah harus dengan lemah lembut melalui
jalur musyawarah untuk mufakat, tidak boleh dengan hati yang kasar
dan perilaku kekerasan.
b.
Mengutamakan
musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap urusan.
c.
Apabila telah dicapai suatu kesepakatan, maka semua pihak harus
menerima dan bertawakal (menyerahkan diri dan segala urusan) kepada
Allah.
2.
QS
Asy-Syuura:
38
a.
Perintah kepada setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah.
b.
Perintah
Allah kepada setiap muslim untuk mendirikan Shalat.
c.
Menggunakan jalur musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap
perkara.
d.
Menafkahkan sebagian rizki kita kepada orang-orang yang tidak mampu.
[4]
juga
sama, karena fitrah manusia suka yang halus-halus dan yang
lembut-lembut bukan yang kasar-kasar.
[11]
Maksudnya: pada air muka mereka
kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka.
2.
QS
Asy-Syuura:
38
وَالَّذِينَ
اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا
الصَّلاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ
وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(٣٨)
Artinya:
“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki
yang Kami berikan kepada mereka.” (QS Asy Syura : 38)[2]
B.
Menjelaskan
Kandungan Qs Ali
Imraan:
159
Dan Qs Asy-Syuura
: 38
Dari Qs
Ali
Imraan: 159
Dan Qs Asy-Syuura
: 38 ada beberapa
isi kandungan atau ajaran yang termuat dan tercantum di dalamnya
yang dapat kita ambil, antara lain:
1.
QS
Ali
Imraan:
159
a.
Dalam menghadapi semua masalah harus dengan lemah lembut melalui
jalur musyawarah untuk mufakat, tidak boleh dengan hati yang kasar
dan perilaku kekerasan.
b.
Mengutamakan
musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap urusan.
c.
Apabila telah dicapai suatu kesepakatan, maka semua pihak harus
menerima dan bertawakal (menyerahkan diri dan segala urusan) kepada
Allah.
2.
QS
Asy-Syuura:
38
a.
Perintah kepada setiap muslim untuk bertakwa kepada Allah.
b.
Perintah
Allah kepada setiap muslim untuk mendirikan Shalat.
c.
Menggunakan jalur musyawarah untuk mufakat dalam menyelesaikan setiap
perkara.
d.
Menafkahkan sebagian rizki kita kepada orang-orang yang tidak mampu.
[4]